Selamat Datang di Laman Resmi Yayasan Nur Hidayah Surakarta

Ayah, Bukan Sembarang Lelaki: Langkah Awal Menjadi Ayah

Gambar Kosong

Apa ciri khas dari maskulinitas? Bukan otot sixpack atau tulang kawat yang jadi ukuran. Sebab, sekarang banyak lelaki sixpack tapi ngondek. Tulang kawat, gayanya akhwat, kalau ada masalah suka baperan. Masalah bertumpuk, malah suntuk. Padahal simple, kalau masalah bertumpuk, ya, tinggal dijejerin aja. Gak numpuk lagi. Beres, kan?

Singkatnya, lelaki sejati itu diukur dari sikapnya, bukan sekedar dari postur tubuh. Perut buncit boleh, tapi bertanggungjawab nyari duit. Otot lengan emang gak segede Ade Rai, tapi saat diminta menggendong anak, segera menjawab: ‘’Okay!”

Inilah lelaki sejati. Saat menikah sudah menyadari bahwa bisa menggauli istri, maka bisa juga mengurus semua itu dan ini. Nggak cuma mau enaknya doang, tapi juga mau ikut ngurus anaknya. Terlebih, anak itu nasabnya ke ayah, karena di akhirat ayahnyalah yang akan ditanya. Nggak bisa ngumpet lagi di belakang tubuh istri seperti waktu tukang kredit datang menagih.

Inilah yang dinamakan “al-qowwam.” Fitrah yang diberikan kepada kaum adam. Sejak lahir sudah siap mengatur alam. Alam aja siap dikelola, apalagi keluarga. Jadi kalau direpotin sama anak istri dengan banyaknya tuntutan, woles aja, bro! Namanya juga laki. Jangan cemen gitu, lah!

Itulah kenapa, saat punya anak, jangan langsung bangga lantas mengaku diri sudah menjadi ayah. Untuk bisa disebut ayah, nggak cukup bermodalkan punya anak. ini sama bodohnya dengan orang yang punya bola, terus ngaku-ngakunya pemain bola. Untuk bisa dipanggil ayah, harus menerima konsekuensinya, yakni siap mengasuh anak bersama istri tercinta.

Sibuk cari nafkah? Repot dengan banyak kerjaan? Itu resiko seorang lelaki. Sibuk dan produktif di luar. Salah kaprah kalau bilang bahwa supaya dicap ayah hebat lalu langsung resign dari kantor, kemudian bisnis online, pasang Instagram sambil nawarin produk kecantikan, “Cek IG aku ya, Sis!” Nggak gitu juga, keleus!

Lelaki memang harus sibuk. Namun ketika dituntut menjadi ayah, dia siap. Sebab, dia sadar, ayah itu bukan sembarang lelaki. Kalau lelaki biasa merasa cukup dengan memiliki anak, ayah dituntut untuk bisa mendidiknya di  tengah waktu yang terbatas, dengan beragam siasat.

Tengoklah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam. Beliau mencontohkan bahwa sosok ayah menjadi penentu arah akan tugas pengasuhan. Mau dibawa ke mana anak kita? Semua tergantung visi dan misi seorang  ayah. Ibu selaku pelaksana hanya mengikuti garis-garis besarnya saja.

Inti tulisan ini hanya menyadarkan bahwa sosok ayah janganlah dipandang sebelah mata karena perannya amat besar dalam tumbuh kembang anak. Membiarkan anak tanpa sosok ayah, sama dengan merencanakan kerusakan generasi masa depan. Terlebih, jika punya anak lelaki. [Sumber: Fatherman-Bendri Jaisyurrahman]


Foto oleh Vanessa Loring dari Pexels

Tags: #parenting
POSTINGAN TERBARU
Mendidik Adalah Tugas Orang Tua

27-05-2025

Di Indonesia, masih banyak orang tua yang menyerahkan pendidikan sepenuhnya pada sekolah.

Malu, Pondasi Dasar Pendidikan Seksualitas

20-05-2025

Rasa malu ini merupakan pondasi dasar dalam pendidikan seksualitas

Adab Pertama yang Diajarkan ke Anak

21-04-2025

Mengenai persoalan adab ini, konselor parenting dan keluarga, Ustad Bendri Jaisyurrahman menjelaskan bahwa orang tua bisa mengawali pengajaran mulai dari adab terhadap Sang Pencipta, Allah Ta’ala.

Dukungan Suami pada Istri

20-04-2025

Sebenarnya, para ibu yang stres ini hanya butuh dukungan dari suaminya. Bagaimana bentuk dukungan suami pada istrinya? Mari kita lihat sikap teladan kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu memberikan dukungan kepada istrinya melalui:

Ketika Pasangan Tak Sesuai Harapan

15-03-2025

Banyak orang yang mendapatkan pasangan yang tidak sesuai ekspektasi sebelum menjelang pernikahan. Inilah yang membuat seseorang berada dalam kebimbangan, apakah tetap bertahan atau berpisah?

NurHidayah.ID