Cara Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam Mendidik Anak
Keberhasilan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mendidik anak menjadi sosok yang saleh tampak pada diri Nabi Ismail ‘Alaihissalam. Keberhasilan itu berkat sejumlah metode pendidikan yang diterapkan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, bahkan sejak sang anaknya belum dilahirkan. Terdapat 8 cara mendidik anak versi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam:
1. Mengutamakan kesalehan dibandingkan kecantikan dan kekayaan dalam memilih istri
Sebagaimana diketahui, Nabi Ismail ‘Alaihissalam lahir dari buah pernikahan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dengan Siti Hajar, seorang budak. Kendati seorang budak, yang juga tak cantik apalagi kaya, tapi Siti Hajar adalah hamba yang beriman, berhati mulia, dan berakhlak terpuji. Memilih istri yang salehah merupakan prasyarat untuk melahirkan anak yang saleh. Sebab, istri akan menjadi madrasah pertama (al-ummu madrasah) bagi anak-anaknya.
2. Berdoalah agar dikaruniai anak yang saleh
Walaupun beliau adalah seorang nabi Allah Ta’ala dan kekasih-Nya (khalilullah), tapi Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam tetap bermunajat agar dikaruniai anak yang saleh. (QS ash-Shafat [37]: 100). Doa itu mengajarkan bahwa mendidik anak tidak bisa dengan usaha belaka, tetapi juga butuh kepasrahan jiwa memohon pertolongan-Nya.
3. Jadilah teladan bagi anak
Kunci sukses model pendidikan Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah metode keteladanan. Dalam Al-Qur’an terdapat dua ayat yang menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam adalah uswatun hasanah (QS al-Mumtahanah [60]: 4 dan 6) bagi umatnya, termasuk bagi anak-anaknya. Dalam perkembangan psikologi anak, si kecil cenderung meniru (imitatif) orang-orang sekitarnya, terutama orang tua. Di sinilah diperlukan keteladanan orang tua, baik soal keimanan, ketaatan beribadah, sikap, maupun perilaku sehari-hari.
4. Pilihlah lingkungan yang baik untuk perkembangan mentalitas anak
Setelah Siti Hajar melahirkan Nabi Ismail ‘Alaihissalam, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mengantarkan mereka ke suatu tempat yang lengang dan tandus bernama Makkah. Lalu, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam pun bermunajat agar tempat itu diberkahi dan baik untuk perkembangan mentalitas anaknya (QS Ibrahim [14]: 37). Jika lingkungan baik, maka akan mudah membentuk perilaku anak, demikian pula sebaliknya. Dalam arti lebih luas, orang tua mesti mengawasi pergaulan anak-anaknya. Mulai dari memilih sekolah yang memperhatikan pembinaan sikap keberagamaan dan akhlak mulia, hingga memilih lingkungan tempat tinggal yang kondusif dan mendukung perkembangan mentalitas anak ke arah positif.
5. Komunikatif dan demokratis dengan anak
Sikap demokratis dan komunikatif Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam terlihat dari kisah penyembelihan putranya. Ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mendapat perintah menyembelih anaknya, ia panggil Nabi Ismail ‘Alaihissalam menggunakan kata "Ya bunayya" atau "Wahai anakku sayang." Kata itu merupakan panggilan penuh kasih sayang yang komunikatif antara seorang ayah dan anak.
Sementara itu, sisi demokratisnya tampak ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam meminta pendapat Nabi Ismail ‘Alaihissalam tentang perintah penyembelihan itu (QS as-Shaffat [37]:102). Pelajaran yang bisa diambil dari cara Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam iini adalah bahwa orang tua tidak boleh memaksakan kehendak kepada anak, kecuali hal prinsip seperti ketaatan beragama. Orang tua jangan menampilkan diri sebagai sosok yang ditakuti anak, tetapi jadilah sosok guru yang disayangi, dihormati, dan diidolakan.
6. Cintailah anak karena Allah Ta’ala
Hal ini tampak ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam rela mengorbankan Nabi Ismail Alaihissalam ketika diminta Allah Ta’ala untuk menyembelihnya. Kisah ini mengajarkan agar mencintai anak semata-mata karena Allah Ta’ala. Sebab, jika kecintaan kepada anak melebihi cinta kepada Allah Ta’ala, malapetaka akan ditimpakan dalam kehidupan keluarga itu (QS al-Taubah [9]: 24).
7. Libatkan anak saat beribadah
Ibnu Katsir dalam kitab Qishash al-Anbiya’ menjelaskan, Nabi Ismail ‘Alaihissalam turut membantu Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mengumpulkan batu untuk membangun Ka'bah yang sebelumnya rusak.
8. Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mempersiapkan anak-anaknya menjadi pemimpin (imam) yang diiringi doa
Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam mendidik anaknya menjadi anak yang berlaku adil, bukan bersifat zalim, baik zalim secara akidah, yaitu syirik (QS Luqman [31]: 13) maupun zalim terhadap diri sendiri karena melanggar perintah atau melaksanakan larangan Tuhan (QS al-A’raf [9]: 23).
Ust. Muhammad Kosim, Harian Republika.
Foto oleh rawpixel.com dari Freepik.
Tips Beramal Sesuai Nikmat Pemberian Allah Ta'ala
#tsaqofah14-11-2024
Dalam pandangan Allah Ta'ala, kedudukan seorang hamba di sisi-Nya bukan dinilai dari seberapa banyak nikmat yang telah diberikan kepadanya. Tapi, Allah Ta'ala menilai seorang hamba dari seberapa banyak nikmat itu digunakan untuk menolong agama Allah Ta'ala.
Prestasi dalam Perspektif Islam
#tsaqofah14-11-2024
Banyak orang sibuk menunjukkan prestasinya di hadapan manusia, sampai lupa menunjukkan prestasinya di hadapan Allah Ta'ala. Prestasinya di hadapan Allah Ta’ala mungkin malah hampir nol besar.
Dampak Dosa di Masa Depan
#tsaqofah12-10-2024
Wahai saudaraku, jangan pernah meremehkan dosa, terutama dosa Hablum minannas (dalam hubungannya dengan sesama manusia). Sebab ia akan berbalas walau masanya lama.
Puisi karya Buya Hamka: Terlena
#tsaqofah10-10-2024
Perlu berapa minggu, bulan, dan tahun lagi agar kita bersedia untuk mati? Kita tidak pernah merasa kehilangan waktu dan kesempatan untuk menghasilkan pahala, maka 1000 tahun pun tidak akan pernah cukup bagi orang-orang yang terlena.
Tips Menjadi Suami Terbaik
#tsaqofah23-09-2024
Suami terbaik adalah yang paling baik pada keluarganya, contohnya selalu membantu urusan istri di rumah. Suami yang membantu pekerjaan istri di rumah termasuk bentuk berbuat baik kepada istri dan keluhuran akhlak suami.