Generasi Strawberry: Apa Solusinya?
Generasi Strawberry akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Generasi ini terlihat ranum dan mempesona, tapi saat disenggol langsung jatuh. Bahkan beberapa psikolog menyebutkan generasi sekarang bukan lagi Generasi Strawberry, tapi generasi duren. Dari luar terlihar “sangar” dan kokoh, tapi ketika dibelah isinya lembek. Generasi ini banyak “bercuit” di media sosial, tapi saat ditantang bertemu langsung memohon, “ampun, bang”. Badan sixpack, jiwa “ngondek”.
Apa yang menyebabkan anak-anak sekarang menjadi Generasi Strawberry? Dikit-dikit bilang, “Gue stres, nih! Gue kena mental, nih! Gue butuh healing, nih! Ini toxic banget, deh!”. Penyebabnya adalah gawai dan pola asuh. Tanpa kita sadari, gawai menjadikan anak-anak menjadi raja di kerajaan yang mereka bangun sendiri. Anak-anak sekarang dengan mudahnya memencet tombol: block, unfriend, left group, unfollow, rating satu, dan sebagainya.
Sikap anak-anak yang “flight” di dunia maya itu terbawa ketika mereka menghadapi masalah di dunia nyata. Ketika mereka tidak suka atau tidak cocok dengan seseorang atau suatu kondisi, mudah sekali memutuskan untuk “pergi”. Ketika nanti mereka masuk dalam dunia kerja juga akan seperti itu. Ada masalah dikit, langsung “resign”. Takutnya, mental lembek ini juga akan terbawa saat sudah berumah tangga. Nggak cocok dengan pasangan, langsung bilang “cerai”. Wah, bahaya tho?
Pada dasarnya, manusia akan tough atau tangguh jika terpenuhi tiga unsur asupannya: akal (mind), jasad (body), dan ruh (soul). Tiga unsur ini adalah kewajiban yang wajib diberikan orang tua pada anak. Asupan akal adalah diajak “ngobrol”, diskusi, dialog, dan berpikir. Anak-anak yang jarang diajak “ngobrol” oleh orangtuanya, menjadikan anak menjadi lazy mind atau shocked thinking atau malas berpikir. Ciri anak yang lazy mind adalah selalu bilang “terserah” ketika diberi pilihan.
Mungkin orang tua merasa, ‘’Wah, anakku taat banget, nih! Selalu menurut sama pilihan orang tua”. Tapi, anak ternyata mengalami lazy mind. Dampaknya apa ketika anak selalu bilang, “terserah!’’? Anak tumbuh menjadi sosok yang tidak mau “ribet” dan tidak mempunyai kreativitas mengatasi masalah. Ketika menghadapi masalah, anak akhirnya malas berpikir dan tidak punya solusi lain kecuali “left”.
Ini sebenarnya tugas ayah untuk melatih akal anak. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa ayah adalah pelatih akal, karena fitrahnya laki-laki adalah makhluk berfikir atau logika. Jika ayah menjalankan perannya sebagai pelatih akal dengan baik, maka anak akan terlatih berfikir, menimbang, dan mencari solusi ketika menghadapi masalah.
Asupan yang kedua adalah jasad (body). Fisik butuh asupan nutrisi yang baik dan aktivitas yang seimbang. Tubuh yang kelelahan akan berhubungan dengan lelah akal (stres). Maka, anak perlu dilatih mengatur aktivitasnya agar tetap seimbang. Mungkin banyak orang tua yang tidak terlalu memperhatikan kekuatan fisik anak. Padahal, kekuatan fisik ini penting sekali dilatih dengan rutin berolahraga, aktivitas outdoor, dan kegiatan-kegiatan petualangan (adventure).
Asupan yang ketiga adalah ruh (soul). Seperti akal dan fisik, ruh juga butuh asupan. Asupan ruh terbaik adalah dari Allah Ta’ala. Anak-anak yang tidak pernah mendapatkan asupan ruh, tidak pernah diperkenalkan dengan Allah Ta’ala, maka saat ada masalah tidak tahu harus mengadu ke siapa. Mereka tidak tahu bahwa cukup mengadukan segala keluh-kesah kepada Allah Ta’ala. Kita bisa melihat para pahlawan Indonesia dulu yang melawan penjajah adalah para santri yang ruhnya kuat.
Tiga asupan itulah yang menjadikan anak-anak menjadi generasi tangguh dan survive, bukan Generasi Strawberry atau Duren. Sebenarnya, tidak ada salahnya jika butuh “healing”. Tapi, healing atau sering diartikan “jalan-jalan” oleh generasi sekarang menjadi solusi pertama. Mereka lupa bahwa healing terbaik adalah mendekat ke Allah Ta’ala. Kurang tepatnya lagi, generasi sekarang sudah mencari healing-healing yang lain sebelum dekat ke Allah Ta’ala.
Mau healing ke Cappadocia pun, jika hati gelisah, ya akan tetap gelisah. Padahal, obat hati paling ampuh adalah mendekat ke Allah Ta’ala. Seperti potongan suatu ayat, “Ingatlah Allah, maka hati menjadi tenang”. [Ustadz Bendri Jaisyurrahman]
Sumber: Kanal Youtube The Sungkars.
Foto oleh Lisa Fotios dari Pexels.
LDM dalam Perspektif Islam
#parenting28-09-2024
Dalam pernikahan, sering kali ada pasangan yang dihadapkan dengan kondisi harus tinggal berjauhan atau dalam istilah kekinian disebut LDM (Long Distance Marriage).
Penyebab Perselingkuhan
#parenting25-09-2024
Di zaman modern ini, kasus perselingkuhan semakin meningkat. Berkembang pesatnya media sosial semakin memudahkan kasus-kasus ini sering terjadi. Pelakunya pun sudah tidak hanya dari pihak laki-laki saja, tapi juga dari pihak wanita.
Tips Agar Anak Tidak Terdampak Pasca Perceraian
#parenting29-08-2024
Paska orang tua bercerai, kondisi rumah akan berubah. Perubahan yang tidak lagi dilandasi adab-adab akan berdampak pada anak-anak. Mereka menjadi lebih sensitif, baper, mudah tersinggung, dan mudah marah. Lalu, bagaimana cara mencegahnya?
Tips Mengobati Luka Pengasuhan dari Orang Tua
#parenting22-08-2024
Birul wa lidain versi Islam adalah berikut ini: jika orang tuaku baik, maka aku akan baik. Tapi, jika orang tuaku jahat, maka aku akan tetap baik. Hal ini sesuai dengan pesan yang tertulis dalam Q.S. Al-Isra’: 23.
Tips Agar Anak Tidak Menjadi Pelaku atau Korban Bullying
#parenting26-07-2024
Akhir-akhir ini, kita cukup dikejutkan dengan kasus-kasus bullying dalam pesantren. Akhirnya, hal ini menjadi ‘momok’ tersendiri bagi masyarakat yang ingin memasukkan anaknya ke pesantren. Sebenarnya ada apa dengan pesantren kita saat ini?