Selamat Datang di Laman Resmi Yayasan Nur Hidayah Surakarta

Generasi Strawberry: Apa Solusinya?

Gambar Kosong

Generasi Strawberry akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Generasi ini terlihat ranum dan mempesona, tapi saat disenggol langsung jatuh. Bahkan beberapa psikolog menyebutkan generasi sekarang bukan lagi Generasi Strawberry, tapi generasi duren. Dari luar terlihar sangar dan kokoh, tapi ketika dibelah isinya lembek. Generasi ini banyak bercuit di media sosial, tapi saat ditantang bertemu langsung memohon, “ampun, bang”. Badan sixpack, jiwa ngondek.

 

Apa yang menyebabkan anak-anak sekarang menjadi Generasi Strawberry? Dikit-dikit bilang, “Gue stres, nih! Gue kena mental, nih! Gue butuh healing, nih! Ini toxic banget, deh!”. Penyebabnya adalah gawai dan pola asuh. Tanpa kita sadari, gawai menjadikan anak-anak menjadi raja di kerajaan yang mereka bangun sendiri. Anak-anak sekarang dengan mudahnya  memencet tombol: block, unfriend, left group, unfollow, rating satu, dan sebagainya.

 

Sikap anak-anak yang flight di dunia maya itu terbawa ketika mereka menghadapi masalah di dunia nyata. Ketika mereka tidak suka atau tidak cocok dengan seseorang atau suatu kondisi, mudah sekali memutuskan untuk pergi. Ketika nanti mereka masuk dalam dunia kerja juga akan seperti itu. Ada masalah dikit, langsung resign. Takutnya, mental lembek ini juga akan terbawa saat sudah berumah tangga. Nggak cocok dengan pasangan, langsung bilang cerai. Wah, bahaya tho?


Pada dasarnya, manusia akan tough atau tangguh jika terpenuhi tiga unsur asupannya: akal (mind), jasad (body), dan ruh (soul). Tiga unsur ini adalah kewajiban yang wajib diberikan orang tua pada anak. Asupan akal adalah diajak ngobrol, diskusi, dialog, dan berpikir. Anak-anak yang jarang diajak ngobrol oleh orangtuanya, menjadikan anak menjadi lazy mind atau shocked thinking atau malas berpikir. Ciri anak yang lazy mind adalah selalu bilang terserah ketika diberi pilihan.


Mungkin orang tua merasa, ‘’Wah, anakku taat banget, nih! Selalu menurut sama pilihan orang tua”. Tapi, anak ternyata mengalami lazy mind. Dampaknya apa ketika anak selalu bilang, “terserah!’’? Anak tumbuh menjadi sosok yang tidak mau ribet dan tidak mempunyai kreativitas mengatasi masalah. Ketika menghadapi masalah, anak akhirnya malas berpikir dan tidak punya solusi lain kecuali left.

 

Ini sebenarnya tugas ayah untuk melatih akal anak. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa ayah adalah pelatih akal, karena fitrahnya laki-laki adalah makhluk berfikir atau logika. Jika ayah menjalankan perannya sebagai pelatih akal dengan baik, maka anak akan terlatih berfikir, menimbang, dan mencari solusi ketika menghadapi masalah.

 

Asupan yang kedua adalah jasad (body). Fisik butuh asupan nutrisi yang baik dan aktivitas yang seimbang. Tubuh yang kelelahan akan berhubungan dengan lelah akal (stres). Maka, anak perlu dilatih mengatur aktivitasnya agar tetap seimbang. Mungkin banyak orang tua yang tidak terlalu memperhatikan kekuatan fisik anak. Padahal, kekuatan fisik ini penting sekali dilatih dengan rutin berolahraga, aktivitas outdoor, dan kegiatan-kegiatan petualangan (adventure).

 

Asupan yang ketiga adalah ruh (soul). Seperti akal dan fisik, ruh juga butuh asupan. Asupan ruh terbaik adalah dari Allah Ta’ala. Anak-anak yang tidak pernah mendapatkan asupan ruh, tidak pernah diperkenalkan dengan Allah Ta’ala, maka saat ada masalah tidak tahu harus mengadu ke siapa. Mereka tidak tahu bahwa cukup mengadukan segala keluh-kesah kepada Allah Ta’ala. Kita bisa melihat para pahlawan Indonesia dulu yang melawan penjajah adalah para santri yang ruhnya kuat.

 

Tiga asupan itulah yang menjadikan anak-anak menjadi generasi tangguh dan survive, bukan Generasi Strawberry atau Duren. Sebenarnya, tidak ada salahnya jika butuh healing. Tapi, healing atau sering diartikan jalan-jalan oleh generasi sekarang menjadi solusi pertama. Mereka lupa bahwa healing terbaik adalah mendekat ke Allah Ta’ala. Kurang tepatnya lagi, generasi sekarang sudah mencari healing-healing yang lain sebelum dekat ke Allah Ta’ala.

 

Mau healing ke Cappadocia pun, jika hati gelisah, ya akan tetap gelisah. Padahal, obat hati paling ampuh adalah mendekat ke Allah Ta’ala. Seperti potongan suatu ayat, “Ingatlah Allah, maka hati menjadi tenang. [Ustadz Bendri Jaisyurrahman]

 

Sumber: Kanal Youtube The Sungkars.

 

Foto oleh Lisa Fotios dari Pexels.

Tags: #parenting
POSTINGAN TERBARU
Tips Mengatasi Anak yang Suka Berbohong

29-11-2024

Pastinya kita menginginkan anak keturunan kita memiliki akhlak seperti penghuni surga yang selalu berkata jujur dan tidak suka berbohong. Pada umumnya, ada dua macam kebohongan yang sering dilakukan anak-anak, yaitu

Cara Menjaga Kesehatan Keluarga

26-11-2024

Ada tujuh hal yang harus dibangun dalam keluarga agar kesehatan mental tetap terjaga. Diantaranya adalah insight, independent, relationship, initiative, creativity, humor, dan spirituality.

Ciri-Ciri Generasi Lemah

28-10-2024

Surat An-Nisa ayat 9 merupakan peringatan bagi para orang tua yang seharusnya takut jika meninggalkan generasi yang lemah (Dzurriyyatan dhi'aafan). Kata "Dhi'aafan" berasal dari kata dasar "Dho'ifan" yang artinya lemah secara psikis.

Cara Berkomunikasi dengan Anak

17-10-2024

Akar permasalahan anak yang susah dinasehati adalah pola komunikasi yang kurang tepat dari orang tua ke anak. Lalu, bagaimana sebenarnya pola komunikasi orang tua ke anak yang tepat menurut Islam?

Long Distance Marriage dalam Islam

28-09-2024

Dalam pernikahan, sering kali ada pasangan yang dihadapkan dengan kondisi harus tinggal berjauhan atau dalam istilah kekinian disebut LDM (Long Distance Marriage). Lalu, bagaimana Islam memandang LDM?

NurHidayah.ID