Cara Mendidik Anak di Usia Baligh (Remaja)
Waktu anak memasuki usia baligh (remaja), waktu itu merupakan saat orang tua mulai bisa memanen hasil didikannya sejak kecil. Jika orang tua ingin tahu bagaimana hasil didikannya, maka lihatlah anak saat memasuki usia remaja. Di usia inilah orang tua baru bisa mengukur anaknya sholeh atau salah? Karena semua perbuatan manusia mulai dihisab sejak usia baligh.
Jika masih ada hal-hal kurang saat anak usia remaja, maka ini menjadi bahan evaluasi orang tua tentang pola pendidikannya selama ini. Orang tua berarti masih ada "hutang pengasuhan" ke anak yang harus dibayar. Entah itu hutang pengasuhan di masa usia sebelumnya atau di masa kini.
Ada tiga potensi remaja yang jika diarahkan dengan benar akan membentuk mereka menjadi pribadi yang luar biasa. Potensi-potensi itu adalah Quwwatul Aqli (kekuatan akal), Quwwatul Jismiyah (kekuatan fisik), dan Quwwatul Hamazah (kekuatan semangat).
Quwwatul Aqli (kekuatan akal)
Kecerdasan manusia sedang berada di puncaknya saat usia remaja. Para remaja cepat sekali menyerap ilmu-ilmu atau hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Tapi, seringkali orang tua mematikan potensi akal ini dengan pola asuh yang otoriter atau banyak instruksi. Misalnya, "segera mandi, terus makan!" dan "wush, kerjakan saja, jangan banyak tanya!"
Maka tak heran, banyak anak remaja yang akhirnya mengalami kondisi lazy mind atau thinking shock alias malas berfikir. Anak dimatikan potensi berfikirnya karena tidak pernah diajak diskusi. Orang tua hanya terus memberi instruksi. Inilah awal mula kedurhakaan orang tua yang telah mencabut hak-hak anak.
Pola asuh yang otoriter ini akhirnya menyebabkan remaja hanya jadi generasi imma’ah (ikut-ikutan). Kalau orang lain berbuat baik, mereka ikut-ikutan baik. Tapi kalau orang lain berbuat buruk, mereka ikut-ikutan buruk juga. Sehingga mereka tidak punya filter yang menyaring apa-apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Quwwatul Jismiyah (kekuatan fisik)
Orang tua harus memastikan anak remajanya tidak malas gerak alias "mager". Otot-otot remaja harus dilatih bergerak. Remaja yang "mager" sangat rentan melakukan imajinasi syahwat (nafsu). Pikiran bisa menjadi liar akibat fisik tak bergerak. Maka, orang tua harus menyibukkan remaja melalui kegiatan-kegiatan positif. Energi mereka yang sedang mencapai puncaknya harus di salurkan ke dalam aktivitas fisik. Pastikan remaja memiliki mutaba’ah yaumiyah atau agenda harian agar sibuk.
Quwwatul Hamazah (kekuatan semangat)
Letupan energi remaja seringkali dilabeli orang tua dengan sebutan "nggak sabaran". Perlu kita flashback, Indonesia merdeka karena para pemuda yang "nggak sabaran". Sehingga mereka menculik Ir. Soekarno dan Moh. Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan di saat dua tokoh besar ini hanya menunggu Jepang menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia.
Biarkan remaja menjadi tim eksekusi, sedangkan orang tua menjadi tim evaluasi. Libatkan para remaja dalam diskusi-diskusi. Jika tidak, mereka akan mudah terseret ke dalam pemikiran liberal, sekuler, dan pemikiran menyimpang lainnya. Hal itu bermula karena mereka tidak pernah diajak berdiskusi untuk menyampaikan gagasan.
Kesimpulannya, jika orang tua bisa mengoptimalkan tiga kekuatan remaja ini, maka mereka akan punya sebuah nyawa (jati diri) yang kuat. Jati diri ini yang akan menjadi modal utama dalam meraih kesuksesan mereka di masa depan. [Ustadz Bendri Jaisyurrahman]
Sumber: Kanal Youtube "hk2 media".
Foto dari Freepik.
Tips Mengatasi Anak yang Suka Berbohong
#parenting29-11-2024
Pastinya kita menginginkan anak keturunan kita memiliki akhlak seperti penghuni surga yang selalu berkata jujur dan tidak suka berbohong. Pada umumnya, ada dua macam kebohongan yang sering dilakukan anak-anak, yaitu
Cara Menjaga Kesehatan Keluarga
#parenting26-11-2024
Ada tujuh hal yang harus dibangun dalam keluarga agar kesehatan mental tetap terjaga. Diantaranya adalah insight, independent, relationship, initiative, creativity, humor, dan spirituality.
Ciri-Ciri Generasi Lemah
#parenting28-10-2024
Surat An-Nisa ayat 9 merupakan peringatan bagi para orang tua yang seharusnya takut jika meninggalkan generasi yang lemah (Dzurriyyatan dhi'aafan). Kata "Dhi'aafan" berasal dari kata dasar "Dho'ifan" yang artinya lemah secara psikis.
Cara Berkomunikasi dengan Anak
#parenting17-10-2024
Akar permasalahan anak yang susah dinasehati adalah pola komunikasi yang kurang tepat dari orang tua ke anak. Lalu, bagaimana sebenarnya pola komunikasi orang tua ke anak yang tepat menurut Islam?
Long Distance Marriage dalam Islam
#parenting28-09-2024
Dalam pernikahan, sering kali ada pasangan yang dihadapkan dengan kondisi harus tinggal berjauhan atau dalam istilah kekinian disebut LDM (Long Distance Marriage). Lalu, bagaimana Islam memandang LDM?