Mendidik Anak dengan Syukur
Buah rasa syukur adalah kelapangan hati dan menyerahkan
segala urusan hanya kepada Allah Ta’ala. Sering kali yang membuat kita
lupa bersyukur karena terlalu fokus pada apa yang diinginkan, bukan pada apa
yang Allah Ta’ala telah berikan. Begitu pula dalam mendidik anak. Orang
tua sering lupa bersyukur atas kelebihan-kelebihan anak, karena yang dilihat
hanya kekurangannya terus.
Makanya Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam
selalu mengajarkan umatNya untuk selalu bersyukur dengan mengucapkan “Alhamdulillah
ala kulli hal” yang artinya “Segala puji bagi Allah Ta’ala atas setiap
keadaan”. Mental syukur yang diajarkan Rasul ini sangat dibutuhkan agar kita bisa
memandang segala hal, termasuk anak-anak dari kacamata positif.
Rasa syukur orang tua terhadap anak akan mempengaruhi suasana
di dalam rumah. Orang tua yang kurang bersyukur, akan selalu berkeluh kesah
dengan sikap anak-anaknya. Ujung-ujungnya membuat anak merasa selalu disalahkan
dan membuat anak merasa tidak nyaman dengan orang tuanya sendiri.
Sehingga tak jarang banyak anak yang tertekan dengan tuntutan
yang berlebih atas ekspektasi orang tuanya. Orang tua seperti ini tidak bisa
memandang pencapaian anak dari sisi-sisi yang lain. Dia akan selalu memandang
anak sesuai target-target yang ia inginkan. Misalnya, orang tua mendefinisikan
anak sholeh adalah anak yang bangun sebelum subuh, kemudian sholat berjamaah ke
masjid, tilawah sampai syuruq, lalu siap-siap berangkat sekolah.
Tapi ketika anak sesekali bangun agak kesiangan, orang tua
merasa sangat kecewa. Kita sebagai orang tua sering menuntut anak-anak bak
malaikat. Jika ada kekurangannya langsung dicela. Tapi kalau ada kelebihannya,
kita abaikan. Itulah yang menyebabkan anak kita sulit berubah karena hati kita
belum lapang menerima anak apa adanya (ridho). Ketidakridhoan orang tua
inilah yang membuat Allah Ta’ala juga tidak ridho pada anak kita.
Dalam kondisi inilah the real parenting orang tua
diuji, bahwa parenting sesungguhnya bukan tentang bagaimana menjadikan
anak seperti yang orang tua inginkan, tapi bagaimana orang tua menghadapi
berbagai kelebihan dan kekurangan anak.
Kalau fokusnya hanya tentang anak, itu namanya childing,
bukan parenting. Contoh sederhananya seperti ini, parenting bukanlah
tentang bagaimana mendidik anak supaya mau sholat, tapi bagaimana kita sebagai
orang tua berhasil menginspirasi anak supaya mau sholat.
Kita bisa belajar dari kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam
yang tetap sabar dan
lemah-lembut pada anaknya yang tidak mau menyembah Allah Ta’ala (kafir).
Walaupun anaknya kafir, Allah Ta’ala tetap mencatat Nabi Nuh ‘Alaihissalam sebagai orang tua yang sukses karena kesabarannya menghadapi
anaknya.
Dari kisah Nabi Nuh ‘Alaihissalam di atas bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya yang dihisab Allah Ta’ala bukanlah
bagaimana hasil didikan kita, tapi bagaimana sikap orang tua dalam proses
mendidik anak-anaknya dengan menerima segala kelebihan dan kekurangannya. Inilah
mental syukur yang diajarkan beliau.
Syukur merupakan ilmu tingkat tinggi yang membuat Ayah-Bunda mampu
mengasuh dan mendidik anak-anak dengan hati yang lapang. Sehingga kita selalu
bersyukur melihat kelebihan-kelebihan anak-anak kita. Wallahu’alam bi shawab.
[Bendri Jaisyurrahman]
Sumber: Kanal Youtube ‘Fit Pro Mindset’
Foto oleh SyauqiFillah dari Pixabay
Mendidik Anak dengan Syukur
#parenting24-12-2024
Sering kali yang membuat kita lupa bersyukur karena terlalu fokus pada apa yang diinginkan, bukan pada apa yang Allah Ta’ala telah berikan.
Penyebab Anak Suka Berbohong
#parenting29-11-2024
Bagaimana mengatasi anak yang suka berbohong? Sebelum mengatasinya, orang tua perlu mengetahui dulu penyebab anak suka berbohong. Penyebab tersebut antara lain karena perlakuan kasar, tuntutan yang berlebihan, dan kurang apresiasi.
Cara Menjaga Kesehatan Keluarga
#parenting26-11-2024
Ada tujuh hal yang harus dibangun dalam keluarga agar kesehatan mental tetap terjaga. Diantaranya adalah insight, independent, relationship, initiative, creativity, humor, dan spirituality.
Ciri-Ciri Generasi Lemah
#parenting28-10-2024
Surat An-Nisa ayat 9 merupakan peringatan bagi para orang tua yang seharusnya takut jika meninggalkan generasi yang lemah (Dzurriyyatan dhi'aafan). Kata "Dhi'aafan" berasal dari kata dasar "Dho'ifan" yang artinya lemah secara psikis.
Cara Berkomunikasi dengan Anak
#parenting17-10-2024
Akar permasalahan anak yang susah dinasehati adalah pola komunikasi yang kurang tepat dari orang tua ke anak. Lalu, bagaimana sebenarnya pola komunikasi orang tua ke anak yang tepat menurut Islam?