Selamat Datang di Laman Resmi Yayasan Nur Hidayah Surakarta

Saat Anakku Sudah Baligh

Gambar Kosong

Sadarkah kita bahwa anak-anak cepat besar di zaman milenial ini? Ya, balighnya anak-anak sekarang memang lebih cepat dibandingkan zaman orangtuanya. Dulu, anak-anak mulai baligh rata-rata ketika usia SMP, sekitar usia 13-15 tahun. Bahkan, ada yang baligh ketika sudah duduk di bangku SMA. Kini, anak-anak SD yang berusia 9-10 tahun pun tak sedikit yang sudah mengalami mimpi basah bagi laki-laki atau menstruasi bagi perempuan.

Padahal secara mental dan pemikiran, anak-anak ini belum siap dewasa. Hal ini terlihat dari pola pikir dan perilaku mereka yang masih kanak-kanak. Memprihatinkan sekali bukan? Mengingat besarnya konsekuensi bagi anak-anak yang sudah baligh, dimana mereka seharusnya sudah siap menjadi manusia seutuhnya. Lantas bagaimana cara orangtua untuk memahamkan anak tentang konsekuensi dimulainya masa akil baligh ini?


Memahamkan Anak tentang Konsekuensi Akil Baligh

Menurut Widayati Lestari, seorang konselor psikologi, memahamkan anak tentang konsekuensi akil baligh ini tidak mudah. “It’s a serious business,” katanya. Ini merupakan sesuatu yang membutuhkan keseriusan.  

“Jadi sebelum anak baligh, sebaiknya orangtua mulai belajar dan merancang kurikulum terkait keimanan, fitrah jasmaniah, fitrah seksualitas, fitrah estetika, serta tanggung jawab pribadi maupun sosial. Di sini, orangtua berperan sebagai coach agar pendidikan akil baligh ini berjalan secara berkesinambungan dan terarah. Sehingga, saat anak memasuki masa akil baligh, mereka sudah paham konsekuensinya,” tutur wanita yang sering disapa Wida ini.

Di masa pendampingan akil baligh tersebut, harus ada pembagian tugas antara ayah dan ibu,” lanjut Wida, “Misalnya saja, saat menyampaikan terkait pendidikan reproduksi, idealnya disesuaikan dengan jenis kelamin anak. Ayah menyampaikan tentang reproduksi anak laki-laki dan begitu juga sebaliknya, ibu menyampaikan tentang reproduksi anak perempuan. Begitu pula tentang ketertarikan pada lawan jenis.”

Tentu pendampingan anak tidak selesai sampai di situ saja, parents! Salah kaprah jika masih ada yang beranggapan, “anakku sudah besar, jadi aku bisa santai-santai.” Mungkin secara fisik iya, orangtua bisa lebih santai. Tapi secara psikologis, anak-anak berada di masa rawan, karena anak mulai proses mencari jati diri. Di sinilah orang tua harus berperan dalam membantu anak menemukan jati diri yang positif dan mengontrol anak dari pengaruh negatif di lingkungan sekitarnya. [Noviana Sari]


Foto oleh Kindel Media dari Pexels.

Tags: #parenting
POSTINGAN TERBARU
LDM dalam Perspektif Islam

28-09-2024

Dalam pernikahan, sering kali ada pasangan yang dihadapkan dengan kondisi harus tinggal berjauhan atau dalam istilah kekinian disebut LDM (Long Distance Marriage).

Penyebab Perselingkuhan

25-09-2024

Di zaman modern ini, kasus perselingkuhan semakin meningkat. Berkembang pesatnya media sosial semakin memudahkan kasus-kasus ini sering terjadi. Pelakunya pun sudah tidak hanya dari pihak laki-laki saja, tapi juga dari pihak wanita.

Tips Agar Anak Tidak Terdampak Pasca Perceraian

29-08-2024

Paska orang tua bercerai, kondisi rumah akan berubah. Perubahan yang tidak lagi dilandasi adab-adab akan berdampak pada anak-anak. Mereka menjadi lebih sensitif, baper, mudah tersinggung, dan mudah marah. Lalu, bagaimana cara mencegahnya?

Tips Mengobati Luka Pengasuhan dari Orang Tua

22-08-2024

Birul wa lidain versi Islam adalah berikut ini: jika orang tuaku baik, maka aku akan baik. Tapi, jika orang tuaku jahat, maka aku akan tetap baik. Hal ini sesuai dengan pesan yang tertulis dalam Q.S. Al-Isra’: 23.

Tips Agar Anak Tidak Menjadi Pelaku atau Korban Bullying

26-07-2024

Akhir-akhir ini, kita cukup dikejutkan dengan kasus-kasus bullying dalam pesantren. Akhirnya, hal ini menjadi ‘momok’ tersendiri bagi masyarakat yang ingin memasukkan anaknya ke pesantren. Sebenarnya ada apa dengan pesantren kita saat ini?

NurHidayah.ID