Saat Anakku Sudah Baligh

Sadarkah kita bahwa anak-anak cepat besar di zaman milenial ini? Ya, balighnya anak-anak sekarang memang lebih cepat dibandingkan zaman orangtuanya. Dulu, anak-anak mulai baligh rata-rata ketika usia SMP, sekitar usia 13-15 tahun. Bahkan, ada yang baligh ketika sudah duduk di bangku SMA. Kini, anak-anak SD yang berusia 9-10 tahun pun tak sedikit yang sudah mengalami mimpi basah bagi laki-laki atau menstruasi bagi perempuan.
Padahal secara mental dan pemikiran, anak-anak ini belum siap dewasa. Hal ini terlihat dari pola pikir dan perilaku mereka yang masih kanak-kanak. Memprihatinkan sekali bukan? Mengingat besarnya konsekuensi bagi anak-anak yang sudah baligh, dimana mereka seharusnya sudah siap menjadi manusia seutuhnya. Lantas bagaimana cara orangtua untuk memahamkan anak tentang konsekuensi dimulainya masa akil baligh ini?
Memahamkan Anak tentang Konsekuensi Akil Baligh
Menurut Widayati Lestari, seorang konselor psikologi, memahamkan anak tentang konsekuensi akil baligh ini tidak mudah. “It’s a serious business,” katanya. Ini merupakan sesuatu yang membutuhkan keseriusan.
“Jadi sebelum anak baligh, sebaiknya orangtua mulai belajar dan merancang kurikulum terkait keimanan, fitrah jasmaniah, fitrah seksualitas, fitrah estetika, serta tanggung jawab pribadi maupun sosial. Di sini, orangtua berperan sebagai coach agar pendidikan akil baligh ini berjalan secara berkesinambungan dan terarah. Sehingga, saat anak memasuki masa akil baligh, mereka sudah paham konsekuensinya,” tutur wanita yang sering disapa Wida ini.
“Di masa pendampingan akil baligh tersebut, harus ada pembagian tugas antara ayah dan ibu,” lanjut Wida, “Misalnya saja, saat menyampaikan terkait pendidikan reproduksi, idealnya disesuaikan dengan jenis kelamin anak. Ayah menyampaikan tentang reproduksi anak laki-laki dan begitu juga sebaliknya, ibu menyampaikan tentang reproduksi anak perempuan. Begitu pula tentang ketertarikan pada lawan jenis.”
Tentu pendampingan anak tidak selesai sampai di situ saja, parents! Salah kaprah jika masih ada yang beranggapan, “anakku sudah besar, jadi aku bisa santai-santai.” Mungkin secara fisik iya, orangtua bisa lebih santai. Tapi secara psikologis, anak-anak berada di masa rawan, karena anak mulai proses mencari jati diri. Di sinilah orang tua harus berperan dalam membantu anak menemukan jati diri yang positif dan mengontrol anak dari pengaruh negatif di lingkungan sekitarnya. [Noviana Sari]
Foto oleh Kindel Media dari Pexels.
Adab Pertama yang Diajarkan ke Anak
#parenting21-04-2025
Mengenai persoalan adab ini, konselor parenting dan keluarga, Ustad Bendri Jaisyurrahman menjelaskan bahwa orang tua bisa mengawali pengajaran mulai dari adab terhadap Sang Pencipta, Allah Ta’ala.
Dukungan Suami pada Istri
#parenting20-04-2025
Sebenarnya, para ibu yang stres ini hanya butuh dukungan dari suaminya. Bagaimana bentuk dukungan suami pada istrinya? Mari kita lihat sikap teladan kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu memberikan dukungan kepada istrinya melalui:
Ketika Pasangan Tak Sesuai Harapan
#parenting15-03-2025
Banyak orang yang mendapatkan pasangan yang tidak sesuai ekspektasi sebelum menjelang pernikahan. Inilah yang membuat seseorang berada dalam kebimbangan, apakah tetap bertahan atau berpisah?
Keahlian Ibu yang Memikat Hati Anak
#parenting14-03-2025
Seorang ibu pastinya ingin dekat dengan anak-anaknya dan selalu dirindukan oleh mereka. Tapi bagaimana caranya?
Tips Menjadi Ibu yang Nyaman Bagi Anak
#parenting13-02-2025
Seorang anak pasti ingin memiliki ibu yang memberikan kenyamanan. Ibu yang selalu ada untuk anak dan siap mendengar keluh kesahnya sehingga rumah menjadi tempat paling tenang bagi anak.